Jumat, 26 Desember 2014

Puisi Sendaren



Sendaren

Sendaren
13 Okt ‘14

Tiada lagi kata terucap,
Kurasa
Tiada lagi angin bertiup sedu,
Tiada lagi syair terurai, untuk mengungkap semua itu

Semua telah berakhir,
Ku pikir,
Dan semuanya hilang
Mungkin salah itu terlalu dalam,
Hingga jemari ini tak lagi bergetar,
Menggoreskan titik titik tinta,
Tak lagi sanggup

Entahlah, tiap kali jemari ini bergerak,
Ketika itu pula
Aku melihat si panda.
Inginku tak lagi mengingat
Namun apa daya
Aku tak kuasa

Sudahlah,
Sekarang bukan lagi untuk saling menyalahkan
Tapi bagaimana cahya itu kembali
Semua telah tak berarti
Dan bintang itu telah jauh,
Mungkin aku bisa melihat bintang,
Walau kecil,
Tapi bintang tak pernah melihatku
Karenaku terlalu kecil,
Mungkin aku tak pernah tahu
Bintang itu di barat atau pun timur
Masih berkelip atau berpijar
Warna apa pun aku tak mengerti

Sudahlah,
Mungkin semua itu seperti sendarenku
Tak begitu besar, namun ia melayang
Memang tak merdu, mungkin juga berisik,
Ia tak secerah bintang di langit,
Ia tak setinggi burung melayang,
Namun ia stabil, menerima dinginnya angin malam
Mungkin ia tak bergerak, ia juga dingin
Tapi saat kau memandang,
Tataplah karena bintang dilangit itu hangat,
Sendarenku tak sedingin itu.

Angin sedu tak lagi bersahabat,
Mungkin juga lelah
Namun senarku tak lagi kuasa
Putus ????
Ya.

Mungkin ia bebas,
Mungkin ia ceria, bergoyang ke kanan dan ke kiri
Bebas, lemah atau kuat
Senarku tak lagi menyatu
Bisakah ?
Senar itu masih mengingat bagaimana kita terikat.

Tidak ada komentar:

Flag Counter