Rabu, 24 Desember 2014

Puisi | Luruh



Luruh

Luruh

Yogyakarta, 24 Des ‘14

Malam begitu kelam
Saat suaramu terlihat suram
Sayangnya tak lagi ku melihat indah parasmu
Dan tak pernah kata terucap
Hanya buming penyejuk waktu
Sedingin es teh di burjo pasundan

Luruh hati tanpa gemuruh
Tak lagi jernih, semua jenuh
Mungkin kini peluh tak lagi mengalir
Ku tak mau semua rapuh
Hangat penantian adalah kekuatan


Walau ku tak mengerti
Mungkin semua ini salah
Dan saat ia mulai menyinggung sisi mata sebelah
Seolah mata dadu itu lebih besar
Penuh harap dalam keraguan
Luruh, saat kau tak lagi menyapa
Dan kau bercerita tentang dirinya

Berhenti berkata, diam dalam jenaka
Tertawa untuk diri, konyol ini tak meredup
Sunyi ini bukan perenungan
Semedi duka tak lagi menyiksa
Hanya engkau cahaya jiwa

Jiwa-jiwa anggun dalam metamorfosa kehidupan
Luruh tak berkembang,
Luruh, luruh, luruh, dan luruh
Tak mendidih, tak membeku
Namun mengapa semua tak terhapus
Jika ditanya, itu sakit
Mungkin seperti luka jatuh selebar tiga jari persis di tekukan lutut
Tunggu tiga hari
Tidak begitu besar sih
Sayangnya miositis sudah terlanjur menyapa

Tidak ada komentar:

Flag Counter