Senin, 16 Mei 2016

Puisi Sesatku


Sesatku



Aku hanya sebagian dari orang yang tersesat

Merasa terbuang saat engkau yang bijak tak lagi bertanggungjawab

Aku tersesat dalam duniamu yang tak pernah ku mengerti, meski hari terus berganti

Terimakasih tuan, engkau menunjukanku jalan terang nan menyesatkan

Ini bukan duniaku, kataku sembari mengusap tetes peluhku

Aku yang lelah tidak tahu kemana harus melangkah



Senyumu tuan, memang terasa lebih indah

Saat melihatku terbuang, terdampar tanpa tujuan selaksa sampah menepi tanpa arah

Tuan bijak, haruskah aku selalu menelan ludah

Menyaksikan picikmu memutar lidah untuk mengubah berlian menjadi sampah

Rabu, 11 Mei 2016

Puisi Sandal Jepit #2

Sandal Jepit

Sejuta rasa itu memang indah
Yang kini tinggal usapan peluh dan pening saat kuingat
Saat keringat mulai bercucur deras
Untukmu, untuk bendera yang kau kibarkan
Gelegar petir menyambar ditengah awan kelabu
Secepat itukah engkau
Membuat semua sirna sekejap mata

Tuan besar
Masihkah aku harus mengingat
Kelabu dunia malam, saat mereka mulai mencaci
Dan kau mulai memutar lidah

Ini Ibu Saya, Maaf ya bu

Ini ibu saya

Hari ini saya terkejut. Kebiasaan buruk saya selalu menjadi masalah dalam diri yang oaling sulit untuk diatasi. Dan ini mungkin bias dirasakan oleh sosok ibu saya, yang biasanya hanya diam.

Kejadian ini bermula saat zull terbangun jam 2 pagi, terbangun karena teringat belum shalat isya. Kemudian bangunlah saya, berjalan ke belakang, dari ruang tamu. Lho? Iya biasa orang kere mah gak level punya kamar sendiri, tidur di ruang tamu dong. Haha.

Lanjut saya berwudhu, dan kemudian melaksanakan shalat isya sejenak. Pasca shalat isya meski tanggung sebenarnya saya tetap ingin melanjutkan tidur saya. Alih alih tidur, yang terjadi sulit tidur, sampai bolak-balik posisi, dan meski lampu telah dimatikan pun mata ini juga tak kunjung terpejam. Dan yang paling saya ndak suka adalah masalah pribadi saya, selalu pilek setelah bangun tidur, haduhhhh.

Setengah jam kemudian, tiba-tiba ibu saya bangun dari tidurnya dan menghampiri saya. Dan dengan lembut ia pun berkata, kenapa? Kok nangis, ada masalah apa, ceritalah?
Saya yang notabene masih males untuk berbicara, tinggal bilang saja, gak papa.
Meski ibu saya terus mengejar menanyakan apa yang saya rasakan tapi saya tetap diam, dan bilang tidak apa-apa.

Puisi Syar'i nan

Aku lelaki juling bermata jalang
Ahli hisab pengamat pemakai jilbab
Getir hati saat terpikat, pekuk rindu tentramnya kalbu
Melihat ukhti dalam syar’i bukan syar’inan
Terdesit pelik syar’i hijabmu
Kian hari tak terganti, lama pula tak bersua
Pada engkau penuntun syurga

Ini karena engkau, aku lelaki jalang bermata juling
Flag Counter